(Analisis KR) Bencana Miskomunikasi 

Dr Sumbo Tinarbuko

Warga masyarakat dan warganet menilai beberapa program pemerintah seperti Tapera, UKT, IKN, Bansos, cenderung menimbulkan kegaduhan sosial di ruang publik jagat raya maupun jagat maya. Mengapa demikian? Sebab, beberapa program tersebut, dalam pelaksanaannya senantiasa menimbulkan peristiwa miskomunikasi. 

Secara teoretis, konsep dari program pemerintah itu, bagus dan bermanfaat. Sayangnya, informasi atas keberadaan beberapa program pemerintah itu, dalam praktiknya tidak kontekstual peruntukannya. Alhasil memunculkan kejadian miskomunikasi.

Penyebab lainnya, apa yang disampaikan pemerintah sebagai pemilik kuasa atas program kerja itu, ternyata menuai ketidakberterimaan warga masyarakat dan warganet. Pada titik itulah muncul bencana sosial miskomunikasi.

Pemerintah sebagai komunikator memproduksi pesan: Tapera, UKT, IKN, Bansos,  dinilai warga masyarakat dan warganet, tidak sanggup menghadirkan pesan verbal dan pesan visual sesuai peruntukannya bagi komunikan.

Dalam konteks ini, peristiwa miskomunikasi yang muncul akibat terjadinya relasi kuasa antara pemerintah sebagai penguasa versus warga masyarakat dan warganet sebagai pihak dikuasai. 

Perseteruan relasi kuasa ini, sejatinya merupakan upaya memperebutkan ideologi kebenaran versi sempit. Siapa pelakunya? Tentu saja mereka yang mengaku dirinya sebagai pemilik otoritas relasi kuasa. Dalam konteks ini, ideologi relasi kuasa lebih menekankan pada polarisasi diksi benar vs salah serta patuh dan melanggar. 

Perseteruan pengaruh ideologi benar versus salah serta patuh dan melanggar, dalam filsafat jawa dikenal sebagai perwujudan watak negatif: adigang, adigung, adiguna. Tafsirnya, pelaku relasi kuasa dan produsen miskomunikasi senantiasa mengedepankan kekuatan dan kekuasaannya (adigang). 

Sedangkan sifat adigung merepresentasikan sikap sombong karena merasa memiliki adigang. Adapun adiguna mirip dengan adigung. Bedanya pada implementasi kesombongan intelektualitas.

Mereka, pelaku relasi kuasa, juga memposisikan diri sebagai penguasa dengan karakter dan watak: tan kena luput cinatur. Semuanya itu mereka lakukan demi mempertahankan kenyamanan singgasana kursi kekuasaan. 

Dampak komunikasi visualnya, mereka, senantiasa menghasilkan kebijakan dan program kerja yang berujung miskomunikasi yang bermuara pada kegaduhan sosial di ruang publik dan medsos.

Ketika diksi benar versus salah serta oposisi biner patuh dan melanggar, dipolitisasi maupun dikapitalisasi secara sepihak oleh pemilik kuasa. Muncullah peristiwa miskomunikasi yang melibatkan pasukan okol (otot) melawan kelompok manusia yang mengedepankan akal pikiran dan nalar perasaan.

Dalam perspektif budaya visual, para pemuja diksi benar versus salah serta oposisi biner patuh dan melanggar ditengarai menjadi produsen miskomunikasi. Mereka, para produsen miskomunikasi, dapat dikategorikan sebagai penyandang cacat berbahasa dan tuna berkomunikasi di jagat raya maupun jagat maya. 

Mereka melakukan jalan pintas seperti itu karena tuturan budi bahasanya tidak sejalan dengan pijakan perilakunya saat menjalankan proses komunikasi di ruang publik dan di medsos.

Terhadap fenomena tuna berkomunikasi dan cacat berbahasa, ditengarai para pemuja diksi benar vs salah serta oposisi biner patuh dan melanggar, telah terperosok ke dalam suatu ambiguitas sosial. 

Mereka seakan tidak bisa memfokuskan mana yang benar dan salah. Mereka mengalami kebingungan sosial dalam menentukan mana yang baik dan buruk. Hati dan perasaan mereka beku membatu dalam menimbang mana yang bermoral. Mana yang beretika atau sebaliknya.

Atas fenomena bencana miskomunikasi akibat pemerintah dan pejabat publik menjadi penyandang tuna berkomunikasi dan cacat berbahasa, sudah saatnya warga masyarakat dan warganet mengambil posisi menjadi penggali sekaligus penebar energi kebaikan. 

Sebuah tambang energi positif mesti dibagikan kepada siapa pun. Bentangan samudra energi positif itu harus dipancarkan setiap saat. Terpenting, energi positif itu wajib dikumandangkan oleh siapapun dan kapanpun. Gerakan sosial ini patut dijalankan dan didukung bersama demi mewujudkan Indonesia Emas 2045. 

(Dr Sumbo Tinarbuko,  adalah Pemerhati Budaya Visual dan Dosen Komunikasi Visual FSRD ISI Yogyakarta. Artikel ini dimuat di kolom Analisis KR, Harian Kedaulatan Rakyat, Sabtu 15 Juni 2024)

Tentang sumbotinarbuko

Creative Advisor and Consultant of Institute Sumbo Indonesia, and Lecturer of Program Studi Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa and Sekolah Pascasarjana ISI Yogyakarta
Pos ini dipublikasikan di about me. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar